Untuk kesekian kali
dampak buruk akibat terlalu banyak menonton TV disampaikan oleh Ian Morgan dari
the Australian National University Canberra. Hasil analisa 40 kasus, faktor
terlalu banyak menonton TV merupakan sebuah hal yang patut disalahkan karena mengurangi
daya lihat mata.
Malah dikuatirkan
terlalu banyak menonton TV akan menyebabkan kebutaan. Ia sangat mengkuatirkan
perkembangan semakin naiknya angka pendeknya penglihatan disejumlah negara Asia
sehingga mereka berinisitif untuk melakukan penelitian. Dinegara seperti Jepang
dan Singapura, angka ini mengalami kenaikan yang tajam dalam beberapa tahun
terakhir.
Sejumlah ahli malah
memprediksi kecenderungan ini tampaknya akan semakin naik. Menurut laporan New
Scientist, gaya hidup yang terlalu banyak menghabiskan waktu didepan TV yang
menjadi penyebab utama meningkatnya angka kebutaan. Hasil penemuan itu mungkin
akan menjadi penjelasan semakin menurunnya daya lihat di sejumlah negara di
dunia.
Wilayah Asia Timur
merupakan wilayah yang paling tinggi memiliki pengurangan penglihatan atau
myopia dibandingkan dengan belahan dunia lainnya. Di Singapura 80% pria berusia
18 tahun yang direkrut masuk tentara merupakan mereka yang memiliki pandagan
yang sangat terbatas. Padahal 25 tahun silam kondisi itu hanyalah 25%.
Jika kondisi myopia
mengalami peningkatan yang sangat tajam maka bisa memicu kebutaan. Hasil riset
ini dimuat dalam the American Journal of Human Genetics yang mengatakan bahwa
gaya hidup lebih berpengruh ketimbang faktor genetika dalam masalah menurunya
daya penglihatan ini.
Pubertas
Menonton TV juga akan
berdampak pada pemicu obesitas dan mempercepat pubertas. Penelitian yang
dilakukan Dr Roberto Salti dari Florence University menunjukkan produksi hormon
pada anak dengan semakin seringnya menonton TV.
Tidak dipungkiri
tayangan TV seperti 'Sex and the City' atau sejumlah talk show yang menyerempet
sex telah membuat seorang remaja lebih cepat memproduksi hormon testosterone.
Khusus dalam penelitiannya Salti memberikan obyek berupa TV, Komputer dan Video
untuk melihat dampak pengaruh tontonan pada percepat pubertas.
Dalam studi kali ini
Roberto Salti memusatkan perhatian pada 74 anak-anak yang berusia 6 hingga 12
tahun dan selama 3 jam sehari rata-rata menonton TV. Di 7 hari lainnya mereka
akan dibandingkan dengan tontonan TV, Komputers dan video games. Tidak lupa
para anggota keluarga lainya juga diikutsertakan.
Di akhir studi tingkat
hormon melatonin pada anak-anak mengalami kenaikan rata-rata 30% dan itu
merupakan sebuah kenaikan yang biasa terjadi pada seorang remaja. Melatonin
dikenal sebagai hormon untuk pemicu tidur. Namun kini hormon itu juga menjadi
salah satu obyek penelitian pemicu pubertas dan masih menjadi debat.
Obesitas
Menyaksikan TV
disebut-sebut sebagai pemicu terjadinya obesitas pada anak-anak. Pasalnya
selama menonton itu sang anak kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan
berkalori. Demikian hasil pemantauan Dr Donna M Matheson dari Stanford
University of Medicine (AS).
Menonton TV kini menjadi
sebuah kegiatan yang layak ditengarai sebagai salah satu penyebab terjadinya
obesitas pada anak-anak. Karena kebanyakan anak-anak di tingkat TK dan SD
kebanyakan menghabiskan waktunya kurang lebih 3 jam berada didepan TV.
Penelitian yang
dilakukan di kelas lima disebuah sekolah di California menunjukan bahwa 20%
anak-anak yang menyaksikan TV cendrung mengkonsumsi makanan lebih dari yang
lain. Anak-anak setidaknya mengkonsumsi seperempat makanan lebih bila
dibandingkan dengan mereka yang tidak menonton TV.
Menurutnya jika orang
tua peduli tentang obesitas, seharusnya mereka mematikan TV sebagai langkah
pengamanan pertama. Dan selanjutnya berusaha memberikan anak-anak makanan
bersayuran dan buah-buahan. Obesitas pada anak bisa menimbulkan serangan
jantung dan resiko atas penyakit yang berhubungan dengan jantung.
Sumber: Waspada.co.id